Asal mula penamaan itu secara sederhana adalah kesalahan mendengar dan melafalkan biota yang sempat singgah dan beraktivitas di pulau itu. Pada tahun 1950-an, pulau ini merupakan salah satu daerah persinggahan penyu dan tempat bertelur penyu. Hal ini dikarenakan substrat dasar pasir putih halus dan topografi perairan yang relatif landai, sangat cocok untuk daerah persinggahan penyu. Penyu dan telurnya adalah salah satu sumber makanan bagi manusia, dan penangkapan serta pengambilan telur penyu telah dilakukan sejak lama.
Karena demikian banyaknya biota ini dan telur-telurnya, maka orang berbondong-bondong pergi ke pulau ini untuk menangkap dan mengambil telur penyu. Berkaitan dengan penamaan pulau, penyu oleh orang Rote disebut dengan Kea. Karena pulau itu dapat dijumpai banyak penyu maka disebutlah Pulau Kea (Rote) dan Pul Ke (bahasa Timor). Mengingat banyaknya suku dan marga di Daratan Timor yang memiliki bahasa dan dialek yang berbeda, maka penyebutan Pulau Kea terdengar menjadi Pulau Kera (H. Ataupah, antropolog).
Kini, penyu dan telurnya sangat sulit dijumpai di Pulau Kera, bukan saja karena perburuan yang dilakukan tetapi juga karena kegiatan penangkapan di tempat lain juga terjadi. Ada keinginan untuk mengembalikan habitat ini pada pemilik awalnya yaitu penyu, dan sedang diupayakan merancang untuk mengkonservasi daerah tersebut sebagai zona inti di kawasan pelestarian TWAL Teluk Kupang. Keberhasilan kegiatan tersebut bergantung pada komitmen bersama semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjaga kelestarian TWAL Teluk Kupang.
![]() |
Hamparan pasir putih pantai Pulau Kera |
![]() |
Pantai yang tenang dan jernih sebagai daya tari wisata Pulau Kera |
![]() |
Tekstur pasir putih yang sangat lembut sebagai habitat kesukaan Penyu |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar